Memahami Realitas Sosial: Pandangan Émile Durkheim

Jelaskan pengertian realitas sosial menurut emile durkheim – Pernahkah kamu bertanya-tanya, apa yang membuat kita semua hidup berdampingan dalam suatu masyarakat? Kenapa ada aturan-aturan yang harus kita patuhi? Apa yang membentuk cara kita berinteraksi satu sama lain? Jawabannya bisa jadi ada di pemikiran Émile Durkheim, seorang sosiolog yang terkenal dengan analisisnya tentang realitas sosial.

Durkheim melihat realitas sosial sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar kumpulan individu. Dia percaya bahwa realitas sosial adalah kekuatan yang nyata, yang membentuk cara kita berpikir, berperilaku, dan berinteraksi. Realitas sosial, menurutnya, dibentuk oleh berbagai faktor seperti norma, nilai, dan lembaga sosial yang membentuk aturan-aturan tak tertulis dalam kehidupan kita.

Realitas Sosial Menurut Émile Durkheim: Mengapa Kita Berperilaku Seperti Ini?: Jelaskan Pengertian Realitas Sosial Menurut Emile Durkheim

Jelaskan pengertian realitas sosial menurut emile durkheim

Kalian pasti pernah bertanya-tanya, kenapa kita suka ngikutin tren? Kenapa kita merasa perlu berpakaian, bicara, dan bertingkah laku sesuai dengan standar yang berlaku di lingkungan kita? Nah, ternyata pertanyaan ini udah dijawab sama seorang sosiolog terkenal bernama Émile Durkheim. Dia ngasih kita pemahaman tentang realitas sosial, yaitu cara kita berinteraksi dan memahami dunia di sekitar kita. Durkheim berpendapat bahwa realitas sosial itu bukan sekadar kumpulan individu, tapi lebih dari itu, sebuah sistem yang kompleks dengan aturan, norma, dan nilai-nilai yang membentuk perilaku kita.

Buat Durkheim, realitas sosial itu seperti sebuah game. Kita semua punya peran dan aturan yang harus kita ikuti. Kalau kita ngelanggar aturan, kita bisa kena sanksi, mulai dari tatapan aneh sampai hukuman yang lebih serius. Tapi, di sisi lain, aturan-aturan ini juga ngebantu kita untuk hidup berdampingan dengan orang lain dengan lebih harmonis.

Konteks Pemikiran Émile Durkheim

Durkheim lahir di Prancis pada tahun 1858 dan dikenal sebagai Bapak Sosiologi Modern. Dia hidup di era revolusi industri, dimana perubahan sosial terjadi dengan sangat cepat. Banyak orang kehilangan jati diri dan merasa teralienasi dari masyarakat. Nah, Durkheim ngelihat bahwa hal ini disebabkan oleh melemahnya ikatan sosial. Makanya, dia berfokus pada bagaimana ikatan sosial bisa diperkuat dan bagaimana kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih solid.

Karya-Karya Émile Durkheim tentang Realitas Sosial

  • The Division of Labour in Society (1893): Dalam buku ini, Durkheim ngebahas tentang bagaimana spesialisasi pekerjaan bisa ngebentuk realitas sosial. Dia berpendapat bahwa semakin kompleks sebuah masyarakat, semakin banyak spesialisasi pekerjaan yang dibutuhkan. Hal ini bisa ngebuat masyarakat lebih solid, tapi di sisi lain juga bisa ngebuat individu merasa terasing.
  • Rules of the Sociological Method (1895): Durkheim ngejelasin tentang metode ilmiah dalam sosiologi. Dia menekankan pentingnya observasi, analisis data, dan objektivitas dalam memahami realitas sosial. Dia juga ngebahas tentang konsep fakta sosial, yaitu aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  • Suicide (1897): Durkheim ngebuktiin bahwa bunuh diri bukanlah fenomena individual, tapi fenomena sosial. Dia ngebahas tentang empat tipe bunuh diri, yaitu egoistic, altruistic, anomic, dan fatalistic. Dia ngelihat bahwa tingkat bunuh diri berhubungan erat dengan ikatan sosial dalam masyarakat.
  • The Elementary Forms of Religious Life (1912): Dalam buku ini, Durkheim ngebahas tentang peran agama dalam membentuk realitas sosial. Dia berpendapat bahwa agama merupakan sistem kepercayaan yang ngebentuk nilai-nilai, norma, dan ritual dalam masyarakat. Dia ngelihat bahwa agama ngebantu individu untuk ngerasa terikat dengan komunitas dan ngebuat masyarakat lebih solid.

Pengertian Realitas Sosial Menurut Émile Durkheim

Oke, jadi kamu penasaran sama realitas sosial, ya? Tapi bukan realitas sosial yang kayak di film-film, ya. Kita lagi bahas pemikiran Émile Durkheim, salah satu Bapak Sosiologi, yang punya pandangan unik tentang realitas sosial. Bayangin aja, menurut Durkheim, realitas sosial itu kayak fakta sosial yang ngaruh banget ke kehidupan kita, lho! Jadi, gimana sih cara pandang Durkheim tentang realitas sosial? Yuk, kita bahas!

Definisi Realitas Sosial Menurut Émile Durkheim, Jelaskan pengertian realitas sosial menurut emile durkheim

Buat Durkheim, realitas sosial itu bukan sekedar kumpulan individu, ya. Realitas sosial itu lebih dari itu. Realitas sosial itu adalah fakta sosial, sesuatu yang nyata dan ngaruh ke kehidupan kita, meskipun kita nggak selalu sadar. Kayak apa sih contohnya? Misal, aturan main di jalan raya. Kita tau kan, kalau kita mau nyeberang jalan, kita harus liat kanan kiri dulu, dan ngikutin lampu pengatur lalu lintas. Nah, aturan ini udah jadi bagian dari realitas sosial kita, meskipun kita nggak ngerasa ngalaminnya secara langsung.

Durkheim bilang, fakta sosial itu punya kekuatannya sendiri, lho. Dia bisa ngebuat kita bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Kayak aturan di jalan raya tadi, kita ngikutin aturan itu, bukan karena kita mau, tapi karena kita takut ditilang atau takut kecelakaan. Jadi, bisa dibilang, realitas sosial itu ngebentuk cara kita berpikir dan bertindak, meskipun kita nggak sadar.

Ciri-Ciri Realitas Sosial Menurut Émile Durkheim

Nah, buat ngebantu kita ngerti realitas sosial, Durkheim juga ngasih beberapa ciri-ciri, nih. Apa aja ciri-cirinya? Yuk, simak!

  • Eksternal: Realitas sosial itu sesuatu yang udah ada di luar diri kita, lho. Kayak aturan main di jalan raya tadi, aturan itu udah ada sebelum kita lahir, dan bakal tetap ada meskipun kita udah nggak ada lagi. Kita nggak bisa ngatur atau ngubah aturan itu semau kita.
  • Koersif: Realitas sosial itu punya kekuatan ngebuat kita ngikutin aturannya, lho. Kayak contohnya, kalau kita ngelanggar aturan lalu lintas, kita bisa ditilang atau bahkan kecelakaan. Nah, ancaman itu ngebuat kita takut, dan akhirnya ngikutin aturan yang berlaku.
  • Objektif: Realitas sosial itu sesuatu yang bisa diukur dan dipelajari secara objektif. Kayak aturan lalu lintas tadi, kita bisa ngeliat aturan itu di buku atau di rambu-rambu lalu lintas. Kita juga bisa ngeliat efeknya, kayak jumlah kecelakaan di jalan raya.

Perbedaan Realitas Sosial dan Realitas Individual

Nah, kalau kamu masih bingung membedakan realitas sosial dengan realitas individual, yuk kita lihat tabel perbandingannya!

Aspek Realitas Sosial Realitas Individual
Sumber Masyarakat Individu
Sifat Eksternal, Koersif, Objektif Internal, Subjektif
Contoh Aturan lalu lintas, sistem pendidikan, norma sosial Perasaan, pikiran, pengalaman pribadi

Faktor-Faktor Pembentuk Realitas Sosial

Gimana sih cara kita ngelihat dunia? Apa yang bikin kita ngerasa nyaman di lingkungan tertentu, tapi malah merasa aneh di lingkungan lain? Nah, Émile Durkheim, seorang sosiolog ternama, ngasih kita pandangan baru tentang realitas sosial. Menurut dia, realitas sosial itu bukan sesuatu yang udah ada sejak awal, tapi justru dibangun dari interaksi kita dengan orang lain.

Durkheim ngelihat realitas sosial itu terbentuk dari beberapa faktor, mulai dari nilai dan norma yang kita anut, hingga lembaga-lembaga sosial yang membentuk pola hidup kita. Nah, buat lebih jelasnya, yuk kita bahas satu per satu.

Norma dan Nilai: Aturan Main dalam Realitas Sosial

Bayangin kamu lagi main game. Pasti ada aturan mainnya, kan? Nah, norma dan nilai itu kayak aturan main dalam kehidupan sosial. Aturan ini ngebentuk cara kita berpikir, bersikap, dan bertindak dalam masyarakat.

Misalnya, di Indonesia, norma dan nilai tentang sopan santun ngebentuk cara kita berinteraksi dengan orang lain. Kita diajarin untuk hormat sama orang tua, ngasih salam, dan ngomong dengan nada yang sopan. Nah, norma dan nilai ini yang ngebentuk realitas sosial kita.

  • Norma adalah aturan atau pedoman perilaku yang berlaku di dalam suatu kelompok masyarakat. Norma bisa tertulis, seperti undang-undang, atau tidak tertulis, seperti kebiasaan dan tradisi.
  • Nilai adalah standar atau prinsip yang dianggap penting dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat. Nilai ngebentuk cara pandang kita terhadap sesuatu, dan ngaruh ke pilihan-pilihan yang kita ambil.

Contohnya, di Indonesia, nilai gotong royong ngebentuk realitas sosial kita. Gotong royong ngebuat kita ngerasa terikat sama komunitas, dan saling bantu saat ada masalah. Nah, nilai ini yang ngebentuk realitas sosial kita yang penuh dengan rasa kebersamaan dan saling peduli.

Emile Durkheim, sosiolog kawakan, ngasih kita gambaran tentang realitas sosial sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, terlepas dari individu. Kayak gimana sih? Bayangin, kamu ngeliat lukisan, musik, atau tarian, semua itu punya makna dan nilai yang disepakati bersama. Nah, menurut Durkheim, makna dan nilai ini membentuk realitas sosial yang berlaku umum.

Mirip sama konsep seni menurut Aristoteles, yang menekankan pentingnya mimesis atau tiruan dari realitas dalam seni , realitas sosial juga terbentuk dari interaksi dan kesepakatan manusia. Jadi, bisa dibilang, realitas sosial ini ibarat kanvas yang diisi dengan nilai dan makna yang kita ciptakan bersama.

Lembaga Sosial: Penyangga Realitas Sosial

Bayangin sebuah bangunan. Pasti ada tiang-tiang penyangga yang ngebuat bangunan itu berdiri kokoh, kan? Nah, lembaga sosial itu kayak tiang penyangga realitas sosial. Lembaga sosial ngatur pola hidup kita, ngebentuk peran kita dalam masyarakat, dan ngebantu kita ngerasa betah di lingkungan kita.

Lembaga sosial itu banyak banget, contohnya:

  • Keluarga: Keluarga ngebentuk dasar realitas sosial kita. Di sini kita belajar tentang norma dan nilai, ngebentuk kepribadian, dan ngerasain rasa cinta dan kasih sayang.
  • Pendidikan: Lembaga pendidikan ngebentuk cara berpikir kita, ngasih kita pengetahuan dan keterampilan, dan ngebantu kita ngembangin potensi diri.
  • Agama: Agama ngasih kita pedoman hidup, ngebentuk moral, dan ngebantu kita ngerasa tenang dan damai.
  • Ekonomi: Lembaga ekonomi ngebentuk cara kita ngelakuin aktivitas ekonomi, ngebantu kita ngebuat pilihan, dan ngebentuk sistem distribusi barang dan jasa.
  • Politik: Lembaga politik ngebentuk sistem pemerintahan, ngebantu kita ngebuat keputusan bersama, dan ngebentuk aturan main dalam masyarakat.

Nah, lembaga-lembaga ini saling terhubung dan ngebentuk realitas sosial kita. Misal, keluarga ngebentuk nilai-nilai yang ngaruh ke pendidikan. Pendidikan ngebentuk cara berpikir yang ngaruh ke ekonomi. Dan ekonomi ngaruh ke politik.

Konsep Solidaritas Sosial

Emilé Durkheim, bapak sosiologi, menganggap solidaritas sosial sebagai perekat utama dalam sebuah masyarakat. Bayangin, kalo ga ada solidaritas sosial, hidup kita bakalan kayak apa? Anarki? Perang? Gak banget, kan? Makanya, memahami konsep solidaritas sosial itu penting banget buat kita ngerti gimana masyarakat bisa hidup harmonis dan saling bergantung.

Pengertian Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial adalah ikatan yang menyatukan individu dalam suatu masyarakat. Ikatan ini bisa berupa rasa kebersamaan, saling mendukung, dan saling peduli. Nah, ikatan ini bukan cuma muncul dari perasaan aja, lho, tapi juga dari aturan, norma, dan nilai yang berlaku di masyarakat. Solidaritas sosial ini kayak benang merah yang ngehubungin semua orang, ngebentuk kesatuan yang kuat dan harmonis.

Solidaritas Mekanik dan Organik

Durkheim ngebagi solidaritas sosial jadi dua jenis: mekanik dan organik. Dua jenis ini berbeda, lho, tapi saling melengkapi. Bayangin aja kayak dua sisi koin yang sama-sama penting.

  • Solidaritas Mekanik

    Solidaritas mekanik ini muncul di masyarakat sederhana, kayak masyarakat tradisional. Masyarakat ini biasanya punya kesamaan nilai, kepercayaan, dan cara hidup. Contohnya, masyarakat agraris yang punya aturan adat istiadat yang kuat, dan semua orang ngikutin aturan itu. Solidaritas mekanik ini kayak lem yang kuat banget, ngebentuk masyarakat yang solid dan terikat erat. Mereka ngerasa punya ikatan kuat karena mereka ngelakuin hal yang sama, punya keyakinan yang sama, dan hidup dalam lingkungan yang sama.

  • Solidaritas Organik

    Solidaritas organik ini muncul di masyarakat modern, kayak masyarakat industri. Masyarakat ini biasanya punya banyak perbedaan nilai, kepercayaan, dan cara hidup. Contohnya, di kota metropolitan, banyak orang dengan latar belakang, profesi, dan gaya hidup yang berbeda. Solidaritas organik ini kayak benang yang saling terjalin, ngebentuk masyarakat yang kompleks dan saling bergantung. Walaupun punya banyak perbedaan, mereka tetap bisa hidup berdampingan karena mereka saling membutuhkan satu sama lain.

Contoh Solidaritas Mekanik dan Organik

Nah, buat ngejelasin perbedaan ini, kita bisa liat contohnya di kehidupan sehari-hari.

  • Solidaritas Mekanik

    Contohnya, di desa yang punya tradisi gotong royong. Ketika ada warga yang lagi ngadain hajatan, semua warga desa ikut bantuin, mulai dari masak, ngebersihin, sampe ngatur acara. Mereka ngerasa terikat kuat karena mereka ngelakuin hal yang sama, punya keyakinan yang sama, dan hidup dalam lingkungan yang sama. Mereka ngerasa punya tanggung jawab bersama untuk ngebantu tetangganya.

  • Solidaritas Organik

    Contohnya, di kota metropolitan yang punya banyak profesi. Dokter, tukang bangunan, dan pedagang, mereka punya peran masing-masing dalam masyarakat. Dokter ngerawat orang sakit, tukang bangunan ngebangun rumah, dan pedagang ngejual barang. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Dokter butuh tukang bangunan buat ngebangun rumah sakit, tukang bangunan butuh pedagang buat beli bahan bangunan, dan pedagang butuh dokter buat ngerawat dirinya kalo sakit. Solidaritas organik ini ngebuat masyarakat modern bisa berjalan dengan baik.

Fungsi Realitas Sosial

Realitas sosial, yang didefinisikan oleh Emile Durkheim sebagai kumpulan fakta sosial yang bersifat eksternal, memaksa, dan objektif, memiliki peran krusial dalam kehidupan manusia. Realitas sosial membentuk kerangka kerja yang mengatur interaksi manusia, membentuk nilai-nilai, norma-norma, dan aturan-aturan yang mengatur perilaku kita. Tanpa realitas sosial, kehidupan manusia akan kacau balau dan penuh ketidakpastian.

Fungsi Utama Realitas Sosial

Realitas sosial memiliki fungsi utama dalam kehidupan manusia, yaitu:

  • Menciptakan Keteraturan dan Stabilitas Sosial: Realitas sosial, dengan norma dan aturannya, menciptakan keteraturan dan stabilitas sosial. Bayangkan hidup tanpa aturan lalu lintas! Kehidupan akan menjadi kacau dan tidak terkendali. Realitas sosial menjamin bahwa interaksi antar manusia berlangsung dengan tertib dan terstruktur, sehingga konflik dapat diminimalkan dan masyarakat dapat berfungsi dengan baik.
  • Menyediakan Kerangka Kerja untuk Interaksi Sosial: Realitas sosial menyediakan kerangka kerja untuk interaksi sosial. Norma-norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam realitas sosial menjadi panduan bagi manusia dalam berinteraksi satu sama lain. Misalnya, norma kesopanan mengajarkan kita untuk bersikap sopan dan hormat dalam berkomunikasi, sehingga interaksi sosial dapat berlangsung dengan harmonis.
  • Membentuk Identitas dan Jati Diri Individu: Realitas sosial juga berperan penting dalam membentuk identitas dan jati diri individu. Kita belajar tentang siapa diri kita dan bagaimana kita seharusnya bersikap melalui interaksi dengan orang lain dan melalui proses sosialisasi. Misalnya, anak-anak belajar tentang peran gender, nilai-nilai moral, dan norma-norma sosial melalui keluarga dan lingkungan sekitar.

Peran Realitas Sosial dalam Menjaga Keteraturan dan Stabilitas Sosial

Realitas sosial memainkan peran penting dalam menjaga keteraturan dan stabilitas sosial. Bayangkan jika tidak ada aturan lalu lintas, semua orang bisa mengemudi seenaknya! Kehidupan akan menjadi kacau dan penuh dengan risiko. Realitas sosial, dengan norma-norma dan aturan-aturan yang terkandung di dalamnya, berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan stabilitas sosial. Beberapa contoh konkretnya adalah:

  • Sistem Hukum: Sistem hukum merupakan salah satu contoh nyata bagaimana realitas sosial menjaga keteraturan dan stabilitas sosial. Hukum mengatur perilaku manusia dan memberikan sanksi bagi pelanggarnya. Dengan demikian, sistem hukum berfungsi sebagai alat untuk mencegah pelanggaran norma dan menjaga ketertiban dalam masyarakat.
  • Sistem Pendidikan: Sistem pendidikan juga merupakan bagian integral dari realitas sosial yang berfungsi untuk menjaga keteraturan dan stabilitas sosial. Melalui pendidikan, individu diajarkan nilai-nilai moral, norma-norma sosial, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang baik. Pendidikan juga berfungsi untuk mempersiapkan individu agar dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
  • Lembaga Sosial: Lembaga sosial seperti keluarga, agama, dan organisasi masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga keteraturan dan stabilitas sosial. Lembaga-lembaga ini menanamkan nilai-nilai moral, norma-norma sosial, dan aturan-aturan yang mengatur perilaku individu. Dengan demikian, lembaga sosial berfungsi sebagai penjaga nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pondasi kehidupan sosial.

Peran Realitas Sosial dalam Membentuk Identitas dan Jati Diri Individu

Realitas sosial memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan jati diri individu. Kita belajar tentang siapa diri kita dan bagaimana kita seharusnya bersikap melalui interaksi dengan orang lain dan melalui proses sosialisasi. Beberapa contohnya adalah:

  • Keluarga: Keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang berperan dalam membentuk identitas dan jati diri individu. Di dalam keluarga, anak-anak belajar tentang nilai-nilai moral, norma-norma sosial, dan peran gender. Misalnya, anak perempuan diajarkan untuk bersikap lembut dan penyayang, sedangkan anak laki-laki diajarkan untuk bersikap kuat dan bertanggung jawab.
  • Sekolah: Sekolah juga merupakan lembaga sosial yang berperan penting dalam membentuk identitas dan jati diri individu. Di sekolah, anak-anak belajar tentang pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang baik. Sekolah juga berfungsi untuk mempersiapkan individu agar dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
  • Lingkungan Sosial: Lingkungan sosial, seperti teman sebaya, komunitas, dan budaya, juga memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan jati diri individu. Kita belajar tentang siapa diri kita dan bagaimana kita seharusnya bersikap melalui interaksi dengan orang lain di lingkungan sosial. Misalnya, anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan integritas akan cenderung memiliki identitas dan jati diri yang positif.

Contoh Penerapan Konsep Realitas Sosial

Oke, jadi kamu udah paham kan konsep realitas sosial ala Durkheim? Yap, konsep ini bukan sekadar teori abstrak, lho. Dia punya pengaruh nyata dalam kehidupan kita, khususnya dalam hal interaksi dan perilaku sosial. Nah, buat ngebuktiinnya, kita bakal bahas beberapa contoh penerapannya, mulai dari pendidikan sampai kehidupan sehari-hari.

Konsep Realitas Sosial dalam Konteks Pendidikan

Bayangin sekolah. Sekolah tuh kayak miniatur masyarakat, kan? Nah, di sini, realitas sosial berperan penting dalam membentuk cara belajar, interaksi antar siswa, dan bahkan nilai-nilai yang dianut. Misalnya, aturan di sekolah, seperti larangan bolos, hadir tepat waktu, dan memakai seragam, tuh merupakan contoh nyata dari realitas sosial. Aturan-aturan ini membentuk perilaku siswa dan menciptakan tatanan sosial di sekolah.

  • Selain aturan, iklim sekolah juga dipengaruhi oleh realitas sosial. Misalnya, sekolah dengan iklim yang toleran dan inklusif cenderung punya siswa yang lebih terbuka dan toleran terhadap perbedaan. Sebaliknya, sekolah dengan iklim yang kompetitif dan individualistis bisa membentuk siswa yang lebih egois dan kurang peduli dengan orang lain.
  • Terus, realitas sosial juga berperan dalam membentuk nilai-nilai yang dianut di sekolah. Contohnya, nilai kejujuran, disiplin, dan kerja keras yang ditekankan di sekolah, tuh merupakan hasil dari realitas sosial yang dibentuk oleh para guru, kepala sekolah, dan orang tua.

Realitas Sosial dan Perilaku Manusia dalam Kehidupan Sehari-hari

Sekarang, mari kita keluar dari ruang kelas dan ngeliat realitas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, saat kamu lagi jalan di jalan, kamu pasti ngerasa ada aturan nggak tertulis yang mengatur perilaku kita. Misalnya, antri saat beli makanan, ngasih jalan buat orang yang lagi buru-buru, atau nggak ngomong keras-keras di tempat umum. Nah, aturan-aturan nggak tertulis ini tuh merupakan bagian dari realitas sosial yang mengatur interaksi kita dengan orang lain.

  • Contoh lain, bayangin kamu lagi ngobrol sama temen. Ada kalanya topik pembicaraan kamu harus disesuaikan dengan konteks dan siapa yang lagi kamu ajak ngobrol. Misalnya, kamu nggak bakal ngobrolin politik sama temen yang punya pandangan politik berbeda. Kenapa? Karena kamu sadar bahwa topik ini bisa memicu konflik dan merusak hubungan. Nah, kesadaran ini tuh merupakan hasil dari realitas sosial yang membentuk norma-norma sosial dalam pergaulan.
  • Realitas sosial juga berperan dalam membentuk perilaku kita dalam situasi tertentu. Misalnya, saat kamu lagi di acara formal, kamu bakal lebih sopan dan formal dalam bersikap. Sebaliknya, saat kamu lagi di acara informal, kamu bisa lebih santai dan ngobrol dengan bebas. Perbedaan perilaku ini tuh dipengaruhi oleh realitas sosial yang berbeda di setiap situasi.

Ilustrasi Pengaruh Realitas Sosial terhadap Interaksi Sosial

Bayangin, ada dua orang yang lagi ngobrol di sebuah kafe. Orang pertama, sebut saja si A, berasal dari keluarga yang kaya dan berpendidikan tinggi. Si A terbiasa dengan lingkungan yang formal dan penuh dengan aturan. Sementara itu, si B berasal dari keluarga sederhana dan terbiasa dengan lingkungan yang lebih santai. Ketika mereka ngobrol, si A cenderung lebih formal dalam berbicara dan menggunakan bahasa yang baku. Sebaliknya, si B cenderung lebih santai dan menggunakan bahasa sehari-hari. Nah, perbedaan dalam gaya bicara ini tuh merupakan hasil dari realitas sosial yang berbeda yang membentuk mereka.

Perbedaan ini bisa menyebabkan kesalahpahaman. Si A mungkin menganggap si B kurang sopan karena menggunakan bahasa yang informal. Sebaliknya, si B mungkin menganggap si A kaku dan kurang ramah karena terlalu formal. Nah, hal ini menunjukkan bagaimana realitas sosial bisa mempengaruhi interaksi sosial dan bahkan menimbulkan konflik.

Kritik terhadap Konsep Realitas Sosial

Konsep realitas sosial Émile Durkheim, yang menggambarkannya sebagai sesuatu yang eksternal, memaksa, dan objektif, telah memicu banyak perdebatan dan kritik. Pandangan Durkheim tentang realitas sosial, yang menekankan kekuatan struktur sosial dalam membentuk perilaku individu, dianggap terlalu deterministik dan mengabaikan peran agensi individu. Beberapa kritik menggarisbawahi keterbatasan konsep ini dalam menjelaskan kompleksitas fenomena sosial dan kurangnya perhatian pada perspektif individual.

Kritik terhadap Konsep Realitas Sosial dari Sudut Pandang Individualisme

Kritik terhadap konsep realitas sosial Durkheim seringkali muncul dari sudut pandang individualisme. Individualisme menekankan peran agensi individu dalam membentuk realitas sosial. Para kritikus berpendapat bahwa Durkheim terlalu menekankan kekuatan struktur sosial dan mengabaikan peran aktif individu dalam menciptakan dan mengubah realitas sosial.

  • Individualisme Liberal: Aliran ini berpendapat bahwa individu adalah aktor rasional yang bebas memilih dan bertindak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka mengkritik Durkheim karena mengabaikan peran agensi individu dan menekankan determinisme sosial.
  • Interaksionisme Simbolik: Aliran ini berfokus pada bagaimana individu menciptakan makna dan realitas sosial melalui interaksi sosial. Mereka mengkritik Durkheim karena mengabaikan proses interpretasi dan konstruksi makna yang dilakukan oleh individu dalam interaksi sosial.

Keterbatasan Konsep Realitas Sosial dalam Menjelaskan Fenomena Sosial yang Kompleks

Konsep realitas sosial Durkheim juga dikritik karena keterbatasannya dalam menjelaskan fenomena sosial yang kompleks. Kritikus berpendapat bahwa konsep ini terlalu sederhana dan tidak mampu menangkap dinamika sosial yang kompleks dan beragam.

  • Keanekaragaman Budaya: Konsep realitas sosial Durkheim dianggap terlalu universal dan tidak mempertimbangkan keanekaragaman budaya dan sosial di berbagai masyarakat. Misalnya, konsep “fakta sosial” mungkin tidak berlaku di semua budaya, di mana realitas sosial mungkin dikonstruksi secara berbeda.
  • Perubahan Sosial: Konsep realitas sosial Durkheim dianggap statis dan tidak mampu menjelaskan perubahan sosial. Kritikus berpendapat bahwa realitas sosial bersifat dinamis dan terus berubah, dan konsep Durkheim tidak mampu menangkap dinamika perubahan ini.
  • Fenomena Sosial yang Kompleks: Konsep realitas sosial Durkheim dianggap terlalu deterministik dan tidak mampu menjelaskan fenomena sosial yang kompleks, seperti deviasi sosial, konflik sosial, dan perubahan sosial. Kritikus berpendapat bahwa fenomena sosial ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk struktur sosial, agensi individu, dan interaksi sosial.

Ringkasan Penutup

Memahami realitas sosial menurut Durkheim membuka mata kita terhadap kekuatan sosial yang membentuk kehidupan kita. Realitas sosial bukan hanya sekumpulan individu, melainkan suatu sistem yang kompleks dengan aturan, norma, dan nilai yang mengatur interaksi kita. Dengan memahami realitas sosial, kita bisa lebih memahami mengapa kita berperilaku seperti yang kita lakukan, dan bagaimana kita dapat berinteraksi dengan orang lain dengan lebih efektif.